Mulai dari Asmara, kerinduan sampai Zigzag di Roller Coaster
Jakarta, 14
November 1999, jam 5:30 aku sudah bangun, dan langsung melakukan
morning call sesuai pesanan. Yang pertama kali gue telepon
Yullie, dimana sewaktu menjawab telpon kedengaran nyawanya
belum ngumpul semua. Setelah itu aku buru-buru mandi, karena
merasa sebagai ketua panitia, harus datang duluan. Eh, nggak
tahunya kendaraan yang menjemput telat dari waktu yang dijanjikan, udah gitu
sewaktu mau ke Mc Donaldnya sempat salah jalan lagi. Jadi sempet
muter-muter. Begitu tiba di Mc Donald, tampak Yulie udah bengong
sendirian disana. Aku hanya cengar-cengir karena merasa sedikit
bersalah datang agak telat. Ternyata Philip juga udah datang.
Kemudian menyusul Ines ama Susi, Sary Anny, Regina, Orient, Nelsy
serta Pinta. Terakhir Seno. Jam 6:10 kita berangkat.
Jalanan masih sepi dan lancar. Maka dari itu, jam 8 kurang, kita
udah nyampe di Pondok Bambu Kuring. Padahal janjinnya adalah
8:30. Ya nggak apa-apalah datang lebih awal. Mana kursi-kursi di
restaurant belum pada diturunin lagi.
Jam 8:30 kita
diantar ke lokasi start, di PLTA Ubrug. Perjalanan kira-kira
30 menit dari Pondok Bambu Kuring, Parung Kuda. Kalau dibandingkan dengan tempat Start BJes di
Citarik, tempat Start Riam Jeram jauh lebih jelek. Tempatnya
sederhana, bahkan terkesan darurat. Setelah mendapat briefing
dari pemandu, kita langsung masuk ke perahu masing-masing. Saya
satu group dengan Seno, Ines, Susi dan Yully. Sedang perahu kedua
terdiri dari Philip, Orient, Sary Anny, Regina, Pinta serta
Nelsy. Ada satu instruksi baru di Cicatih yang
belum pernah didapat di Citarik. Instruksi adalah Kiri maju kanan
mundur dan Kiri mundur Kanan maju. Oh ya, tambahan informasi,
debit air saat itu adalah 50. Dan pihak riam jeram itu adalah
debit normal layak untuk
pengarungan, dan debit maksimumnya adala
80. Sedangkan kalau di Citarik, debit normalnya adalah 80. Kalau
di Cicatih, debit 80 hanya untuk para profesional, demikian
penjelasan dari pihak riam jeram.
Setelah
naik perahu, kita mendapat briefing lagi, dan mencoba
mempraktekkan instruksi dari Pemandu kita, yaitu Buce. Setelah
selesai, kita musti nunggu beberapa saat, supaya semua perahu
bisa berangkat sama-sama. Berbarengan dengan kita, ada satu
perahu yang berisi empat orang jepang. Mereka itu hobinya
nyiramin perahu dengan air lewat dayung. Alhasil, kita semua
sudah basah kuyup sebelum memulai pengarungan. Yulie dengan kesal
berteriak, "Dasar Penjajah", dan tentu saja para Jepun
itu tidak tahu artinya. Dan itu juga terjadi pada perahu Philip,
dan juga perahu peserta lainnya. Oleh karena itu, perahu kita dan
perahu Philip sepakat rame-rame mengeroyok para Jepun tadi.
Alhasil terjadilah perang air antara Nippon dan Indonesia. Start awal tidak ada sesuatu yang menantang. Karena
memang, untuk start awal full day trip, itu adalah paket 1 yang
diperuntukkan untuk Family. Jadi anak kecilpun sudah boleh
ikutan, karena jeramnya juga kecil dan sama sekali tidak
berbahaya. Tidak sesuatu yang menarik diceritakan untuk start
awal. Kalau toh ada, paling juga permusuhan dengan para Jepun
tadi. Setelah kira-kira dua jam
pengarungan barulah kita mulai memasuki pengarungan yang
sesungguhnya. Jeram pertama yang kita lewati namanya jeram
serius. Mungkin maksudnya para rafters sudah harus mulai serius.
Barangkali aja. Saya nggak ingat di jeram apa, tapi pada
awal-awal pengarungan adventure, ada satu Jepun yang terjatuh ke
air. Kita semua bersorak. Saya ajarkan ke teman lain, bahwa
bahasa plesetan untuk itu adalah Horotoyoh yang artinya
Syukurin Loe (Horotoyoh, adalah bahasa jawa. Mungkin logat
didaerah saya aja. Dan kalau diucapkan dengan aksen Jepang,
memang nampak seperti bahasa Jepang).
Entah sudah
berapa jeram kita lewati dengan aman-aman saja. Ada satu jeram
yang namanya jeram Jontor. Di jeram itu sering terjadi, pemandu
akan terlempar ke depan. Untung kita semua bisa melewati jeram
itu dengan aman-aman saja.
Ines terjatuh di Jeram Asmara
Kemudian
kita tiba di jeram yang namanya jeram asmara. Kita tidak sempat
menanyakan kenapa jeram itu dinamakan demikian. Mungkin ketika
sedang melewati jeram tersebut si pemberi nama sedang mabuk
asmara. Jeramnya sendiri cukup tinggi, sehingga kalau kaki kita
tidak kuat menjepit bantalan perahu, pasti kita akan terlempar.
Pada turunan pertama, perahu kita rasanya seperti melambung
tinggi, sambil berjongkok untuk menguatkan tahanan kaki saya
tetap mendayung. "Wah, Ines jatuh!", teriak Yulie.
Secara reflek aku menengok kebelakang, dan aku memang sudah tidak
melihat Ines diatas perahu. Yang kelihatan hanya bantalan perahu
yang nampaknya terlepas ikatannya. Hati saya sempat tercekat.
Karena arus air begitu deras, dan bergulung-gulung dan Ines tidak
muncul-muncul. Kami semua merasa tegang. Waktu yang mungkin saja
dalam hitungan detik, serasa berjam-jam menunggu Ines muncul ke
permukaan air. Tak lama kemudian kepala Ines muncul di permukaan
air. Ketegangan saya mulai berkurang, karena saya lihat Ines
sudah dalam posisi yang benar, dan dari wajah nampak sama sekali
dia tidak kelihatan panik. Walaupun mulutnya nampak
"glageban". Mungkin dia berusaha untuk mengambil nafas.
Entah apakah sempat terminum air sungai yang mirip coklat susu
warnanya. Buce langsung mengunstrikan untuk
mendayung melawan arus air. Tujuannya adalah untuk menahan
laju perahu. Dan ketika Ines sudah mendekat Seno langsung
mengulurkan dayungnya. Dan sesuai petunjuk sebelumnya, Ines
mencoba menarik Ines ke perahu dengan cara memegang pelampung
Ines. Tapi entah karena Ines yang berat, atau Seno yang
kelihangan power (karena panik dan tegang), ternyata cukup susah
menarik Ines ke perahu. Setelah berhasil naik ke
perahu, dengan nafas masih terengah-engah, Ines nyeletuk,
"Kok nolongnya lama amat sih. Aku udah glageban nih".
Mungkin maksud Ines ada seseorang macem di iklan TV yang melompat
menolong dia, terus terakhir di bopong ke pinggir sungai.
Ha..ha..ha.., maunya. Akhirnya tak lama kemudian kita merapatkan
perahu, untuk istirahat dan membetulkan bantalan perahu yang
terlepas. "Wah Ines, begitu nyampe di Jeram asmara langsung
terjatuh. Sedang jatuh asmara ama siapa hayo?", goda saya.
Ines hanya cengar-cengir saja. "Tapi sebenarnya Nes, kamu
terjatuh gara-gara tempat yang kamu duduki bekas tempatnya
Susi", Kita semua terbahak-bahak. Susi memang selalu menjadi
korban penderita. Artinya Kalau bekas Susi, atau ada Susi, selalu
terjadi sesuatu. Bahkan sebelum berangkatpun Regina sempet
meledek Susi. "Jangan mau satu perahu dengan Susi, nanti
perahunya kempes" (Dalam beberapa kali kita bepergian dengan
Susi, sudah tiga kali terjadi ban kempes) Setelah cukup beristirahat, kita mau melanjutkan
perjalanan. Tapi tiba-tiba Ines mengeluh kakinya kram. Lalu Buce
mencoba menolong sambil memijit kaki Ines. Cukup agak lama juga
Buce memijit kaki Ines. Dan ketika Buce menanyakan udah baikan
apa belum, dengan manja Ines bilang satunya. Dan Buce memijit
kaki Ines yang satunya lagi. Ha..ha..ha... kita semua tertawa.
"Wah jangan-jangan, ini karena terjatuh di jeram
asmara", goda saya.
Susi and her Destiny
Seperti yang saya
ceritakan sebelumnya, Susi sering mengalami nasib sial. Mungkin
judul diatas terlalu ekstrim untuk dikatakan sebagai .
Mungkin lebih tepatnya bad luck. Tapi memang sebenarnya ini hanya
kebetulan saja, dan tentu sekedar untuk guyonan kita bersama.
Toh, pada waktu kita pergi bersama Susi ke Ujung Kulon juga tidak
terjadi apa-apa. Ceritanya, sewaktu kita mau
melewati Jeram Warok (saya agak lupa namanya, kalau ada yang
ingat tolong dikoreksi), semua perahu berhenti. Sewaktu Ines
menanyakan kepada Buce apa yang terjadi, Buce bilang bahwa kita
mau diphoto, jadi perahunya harus lewat jeram satu persatu.
Setelah diberi penjelasan seperti itu, Susi minta gantian tempat
duduk dengan saya, yaitu di depan. Tentu saja tujuan dia agar di
dalam photo nanti dia kelihatan yang paling jelas. Kemudian
giliran perahu kita yang jalan. Susi sudah siap-siap di depan
saya. Dari jauh jeramnya kelihatan lumayan tinggi. Mungkin alasan
itu kita mau diambil photonya untuk mendapatkan moment yang
bagus. Pada turunan pertama perahu kita meluncur dengan mulus,
tapi pada turun kedua perahu kita mulai miring, dan akhir
berputar kebelakang. Jadi kita berjalan mundur. Susi yang tadinya
ada di depan, sekarang jadi ada di belakang. Saya sempat lihat si
Photograper nampak kebingungan mengambil moment. Setelah merapat
ke tepian, kita semua terbahak-bahak, karena menurut pengakuan si
Photograper, dia tidak mengambil gambar kita, karena actionnya
jelek, perahunya berjalan mundur. "Itu karena Susi duduk di
depan", celetuk Ines. "Terus saya harus ditempatkan
dimana lagi. Kamu tempati kamu terjatuh. Gantian ama tempatnya
Bambang, kita gagal diphoto. Lalu saya harus duduk di mana
lagi?", kata Susi memelas. Ha..ha..ha....kita semua tertawa
sampai perut mules.
Jeram Kerinduan, Zig-Zag dan Roller Coaster
Sebenarnya
semuanya ada 18 jeram yang kita lewati. Tapi saya tidak ingat
semua namanya dan kejadian yang terjadi di jeram-jeram tersebut.
Ada yang namanya Gerbang Jeram, Jeram Kiki (Marzuki Darusman.
Mereka memang memberi nama seperti itu). Terus ada yang namanya
Jeram kerinduan. Sewaktu ditanya alasan memberi nama jeram, Buce
hanya bilang jeram ini bisa bikin kita rindu untuk melewatinya
kembali. Tapi dari kesemua jeram, yang paling mengesankan adalah
jeram Zig-Zag dan Roller Coaster.
Sewaktu
hendak melewati Jeram Zig-Zag, kita semua diminta memegang tali
pengaman di sisi perahu. Wah, mungkin cukup gawat juga jeramnya,
pikir saya. Benar juga, pada turunan pertama perahu kita langsung
terpental, kemudian berputar ke belakang, terpental lagi, dan
berputar ke depan. Saya nggak ingat berapa kali kita terpental
dan berputar, karena konsentrasi saya waktu itu adalah menguatkan
kaki dan pegangan tangan supaya tidak terpental keluar perahu.
Tapi yang jelas benar-benar mengasyikkan. Tubuh kita rasanya
dikocok-kocok nggak keruan. Kemudian kita melewati
jeram roller coaster. Dinamakan demikian karena kita melewati
sebuah celah antara batu dan tebing yang mempunyai sisi miring.
Jadi seperti main roller coaster. Perahu rasanya meluncur
kencang, terus ketika melewati tebing, perahu kita miring lebih
dari 45 derajat, dan wuzzzzz......... Rasanya hanya sekejab saja.
Sayang, jeramnya kurang panjang, jadi exciting kita terasa hanya
beberapa detik saja. Tanpa terasa, kita sudah
mengarungi sungai selama empat setengah jam. Pada jeram-jeram
terakhir, tidak ada yang istimewa. Tapi justru pada jeram-jeram
yang kecil seperti itu, si Jepun terjatuh lagi dari perahu, dan
mungkin karena arusnya lebih kencang, dia terhanyut cukup jauh
dari perahu dia. Saya lihat dia kelihatan panik, dan posisi
jatuhnyapun salah. Yang seharusnya dia menghadap lurus ke depan
mengikuti, dia malahan memutar badanya melawan arus. Dengan
isyarat tangan saya minta dia memutar badannya, tapi rupanya dia
tidak tanggap. Karena perahu kita yang paling dekat dengan dia,
maka Seno mengulurkan dayungnya untuk menolong dia. Eh, entah
karena masih dendam atau kenapa, si Ines malahan sibuk menyiram
jepun itu dengan air. Padahal mulut si Jepun itu sudah kelihatan
"glageban" Tak lama kemudian kita
sudah mencapai finish. Walaupun badan berasa cape dan pegel, tapi
kita semua merasa puas. Yang kita inginkan adalah makan siang
yang sebanyak-banyaknya. Perut kita rasanya sudah keroncongan.
Dari tempat finish menuj
u tempat mandi, dimana mobil kita juga
menunggu disana, kita di antar dengan kendaraan lokal. Tapi
busyet! saya pikir kendaraannya angkot macem di Citarik, nggak
tahunya pickup bak terbuka. Tentu saja para cewek berebut pingin
duduk di depan, sisanya baru duduk di belakang. Kita macem korban
garukan dari kamtibnas aja. Selain itu jalanannya juga jelek dan
terjal sekali. Pas pada tanjakan yang cukup tinggi, tiba-tiba
mobil mesin mati. Wah ngeri juga, karena mobil terpaksa harus
mundur lagi. Untuk di belakang tidak ada mobil lain. Begitu
sampai ditempat yang landai, mobil berhenti, untuk menunggu mobil
pengganti yang lainnya. Ines dan Susi turun dari depan.
"Mbang, apa karena gara-gara aku duduk didepan ya?",
tanya Susi dengan wajah memelas. Ha..ha..ha.. Lagi-lagi Susi
merasa sebagai pembawa sial. Sudahlah Sus, semua ini khan
kebetulan saja. Cukup jauh juga perjalanan
dari lokasi finish menuju tempat mandi. Dibandingkan dengan
citarik, lokasi mandinya lebih baik, karena kita mandi di lokasi
kolam renang, jadi airnya cukup besar dan tidak terlalu lama
mengantri. Selesai mandi kita kembali
menuju pondok Bambu kuring, dimana sudah menunggu makanan lezat
untuk kita serbu bersama-sama. Yang jelas kita semua merasa puas
dan tentu saja ingin kembali lagi kesini.